Awalnya, dua bulan yang lalu. Beberapa teman guru di kantor tiba-tiba saja tertawa bersama-sama setelah seorang teman membacakan sebuah sms yang diterima dari sahabatnya di Kalimantan. Karena sms tersebut cukup panjang, akhirnya sms itu dikirimkan ke nomor guru-guru yang lain. Apalagi di akhir sms memang ada pesan: kirimkan sms ini ke teman-teman guru yang lain.
Sms itu berbunyi: Waspadailah 11 penyakit yang diderita oleh guru.
- Tipes = tidak punya selera
- Mual = mutu amat lemah
- Kudis = kurang disiplin
- Asma = asal masuk kelas
- Kusta =kurang strategi
- Tbc = tidak bisa computer
- Kram = kurang trampil
- Asam urat = asal sampaikan materi, urutan akurat
- Lesu = lemah sumber
- Diare =di kelas anak remehkan
- Ginjal = gajinya nihil jarang aktif dan lambat
Selesai membaca secara lengkap isi sms tersebut, spontan terlontar kata, “Kreatif sekali!” Orang yang pertama kali mengeluarkan isi sms tentu bukan orang biasa saja. Dia mampu menuliskan apa yang telah dia amati dalam bentuk tulisan yang sepintas terlihat lucu, main-main, tetapi sebenarnya jika kita mau menelaahnya, mengandung pesan yang cukup berarti.
Benarkah kita, para guru, rawan menderita sebelas penyakit tersebut sehingga kita harus waspada? Atau, jangan-jangan kita sudah menderita penyakit tersebut?
Oke, mari kita cermati satu-satu!
Pernahkan kita merasa malas ketika mau berangakat mengajar? Pernahkan kita merasa enggan ketika bel pelajaran berbunyi dan kita harus masuk ke dalam kelas kita? Bila tidak pernah, dan bahkan kita selalu memiliki energi posisif untuk bertemu dengan anak didik kita, berarti kita terbebas dari penyakit yang pertama: tipes, tidak punya selera. Akan tetapi, bila keengganan selalu datang ketika kita akan masuk kelas, dengan berbagai alasan yang melatari keengganan tersebut, tampaknya kita harus mulai waspada.
Tidak adanya keinginan (selera) dalam diri kita tentu akan berdampak pada diri kita dan anak didik kita. Keengganan itu lambat laun akan terpancar pada penampilan kita di hadapan siswa. Kita hanya akan asal mengajar, sering melihat jam tangan dan tidak fokus. Apalagi bila kelas yang kita hadapi bukan kelas yang ideal: siswa aktif, pandai, dan kreatif, kita akan merasa tersiksa di dalam kelas. Akhirnya, jika ketahanan kita goyah, kita akan meninggalkan kelas dengan memberikan pekerjaan pada siswa kita. Pekerjaan yang belum kita baca dan hasilnya pun belum tentu kita baca.
Bila tidak punya selera tersebut kita biarkan berkembang dalam diri kita, akhirnya kita secara otomatis akan terserang penyakit kedua: mual, mutu amat lemah.
Wah! Bagaimana bila mual menyerang kita?
Tentang mutu guru, sebenarnya pemerhati pemdidikan sudah lama memperhatikan kualitas guru-guru Indonesia. Masalah mutu guru sebenarnya adalah isu yang paling serius di antara permasalahan lain yang dihadapi guru kita. Permasalahan mutu guru sangat kompleks. Guru sering berada pada posisi yang sangat dilematis karena pada satu sisi menjadi tumpuan harapan keberlangsungan masa depan anak bangsa ini dalam bidang pendidikan di masa yang akan datang, namun pada saat yang sama guru sulit keluar dari permasalahan klasik seperti kesejahteraan dan penghargaan.
Bagaimanapun juga, saat ini kita telah memilih menjadi guru, menjadi salah satu tumpuan harapan keberlangsungan masa depan anak bangsa. Bila mutu kita rendah, bagaimana anak didik kita? Padahal peribahasa mengatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Lalu, apa kata dunia?
Mual ini pada akhirnya akan menjadi pemicu gejala penyakit berikutnya. Kita akan terserang kudis: kurang disiplin, asma: asal masuk kelas, dan kusta: kurang strategis.
dari : http://mantambakberas.com/pendidik/penyakit-guru
No comments:
Post a Comment